MITOS SEPUTAR ASI
1. Menyusui menyebabkan badan ibu melar
Mitos diatas sudah menyebar di kalangan masyarakat bahwa menyusui dikhawatirkan akan membuat tubuh ibu sukar kembali ke bentuk aslinya yang langsing. Padahal, timbunan lemak yang terjadi selama kehamilan, yang dicemaskan akan sulit menghilang itu justru lebih mudah lenyap karena digunakan dalam proses menyusui. Timbunan lemak itu emang disiapkan agar ibu bisa menyusui. Lagipula, menyusui tidak berlangsung lama. Paling-paling dua tahun. Sesudah itu ibu bisa kembali pada pola hidup yang lama untuk dapat kembali pada ukuran tubuh yang didambakan. Justru kalau tidak menyusui timbunan lemak ini akan menetap.
2. ASI tidak cukup
ASI diproduksi sesuai permintaan. Makin sering bayi menyusu, makin banyak produksi yang dihasilkan. Kalau bayi bisa mengisap dengan benar yaitu posisi mulut bayi pada puting ibu membuatnya bisa mengisap dengan leluasa, produksi ASI bisa dihasilkan sebanyak kebutuhan bayi. Jadi kalau bayi pandai mengisap, berapapun yang dibutuhkannya akan terpenuhi karena selama dia mengisap, ASI pun diproduksi. ASI memang mudah dicerna dan diserap sehingga bayi menjadi cepat lapar. Karena itu menyusui harus sesuai kemauan bayi.
3. Susu Kolustrum
Terkadang ASI yang keluar pertama sering dibuang karena dianggap tidak baik untuk bayi. ASI yang keluar pada hari pertama sampai hari ke tujuh memang jernih dan merupakan cairan yang bewarna kekuningan. Cairan ini mengandung zat putih telur atau protein yang kadarnya tinggi dan zat anti infeksi atau kekebalan. Kolustrum sangat sesuai dengan kondisi bayi di hari-hari pertama sejak kelahirannya karena ia belum pantas menerima beban dalam kadar rendah sehingga mudah dicerna.
4. ASI dan payudara Ibu
Si Ibu kadang khawatir bila menyusui maka payudaranya berbentuk kurang bagus lagi. Ibu dan suaminya perlu tahu bahwa yang mengubah ‘penampilan’ payudara bukanlah menyusui tetapi kehamilan. Ketika hamil, tubuh ibu mengeluarkan hormone yang nantinya akan membentuk air susu. Selama kehamilan, payudara pun menjadi lebih besar dari ukuran biasanya karena sedang disiapkan untuk menyusui. Menyusui atau tidak menyusui akan menyebabkan perubahan pada payudara, antara lain sejalan dengan pertambahan usia.
5. Menyusui itu repot
Si Ibu merasa repot kalau meyusui, tidak praktis karena akan terikat terus dengan bayinya. Makan tidak bisa sembarangan dan takut bisa mencret. Bandingkan, lebih repot mana, menyusui atau tidak? Kalau menyusui, ibu bisa memberikannya kapan saja dan di mana saja. Tidak perlu membersihkan botol dan perangkatnya, tidak perlu menakar, tidak perlu repot menjinjing semua perlengkapan dan tidak memerlukan waktu yang lama untuk menyiapkan. ASI justru sangat praktis. Kapan saja anak membutuhkan, bisa segera diberikan. Kalau ibu merasa kurang nyaman menyusui di tempat umum, buat model baju/jilbab yang memungkinkan ibu bisa menyusui tanpa harus mempertontonkan payudara.
Masih banyak mitos seputar menyusui. Apapun itu, hendaknya semua perempuan sadara bahwa payudara yang dimilikinya adalah karunia Allah agar bisa menyusukan bayi. Dalam hal ini, para suami juga perlu menyadari bahwa bahwa bagian dari mempunyai anak adalah kemampuan ibu menyusui bayi, bukan hanya mengandung atau melahirkan saja.
Menjaga agar gizi ibu selama kehamilan dan menyusui bisa baik, membantu ibu menumbuhkan rasa percaya diri bahwa ia mampu menyusui, mengusahakan agar menyusui bisa dilakukan denagn baik dan benar adalah tugas kita semua. Sejak dini perempuan harus tahu bahwa ia memiliki payudara, yang kelak berfungsi sebagai pemberi ASI. Sama halnya dnegan rahim dan perangkat reproduksi lainnya, payudara harus dijaga dengan baik agar bisa berfungsi dengan baik. Allah sudah menganugerahkan perangkat dan kemampuan menyusui. Terpulang kepada kita sendiri, apakah karunia itu bisa kita hargai dan kita manfaatkan dengan baik atau kita sia-siakan??
(Sumber: Manajemen Laktasi, Perinasia)
Mitos diatas sudah menyebar di kalangan masyarakat bahwa menyusui dikhawatirkan akan membuat tubuh ibu sukar kembali ke bentuk aslinya yang langsing. Padahal, timbunan lemak yang terjadi selama kehamilan, yang dicemaskan akan sulit menghilang itu justru lebih mudah lenyap karena digunakan dalam proses menyusui. Timbunan lemak itu emang disiapkan agar ibu bisa menyusui. Lagipula, menyusui tidak berlangsung lama. Paling-paling dua tahun. Sesudah itu ibu bisa kembali pada pola hidup yang lama untuk dapat kembali pada ukuran tubuh yang didambakan. Justru kalau tidak menyusui timbunan lemak ini akan menetap.
2. ASI tidak cukup
ASI diproduksi sesuai permintaan. Makin sering bayi menyusu, makin banyak produksi yang dihasilkan. Kalau bayi bisa mengisap dengan benar yaitu posisi mulut bayi pada puting ibu membuatnya bisa mengisap dengan leluasa, produksi ASI bisa dihasilkan sebanyak kebutuhan bayi. Jadi kalau bayi pandai mengisap, berapapun yang dibutuhkannya akan terpenuhi karena selama dia mengisap, ASI pun diproduksi. ASI memang mudah dicerna dan diserap sehingga bayi menjadi cepat lapar. Karena itu menyusui harus sesuai kemauan bayi.
3. Susu Kolustrum
Terkadang ASI yang keluar pertama sering dibuang karena dianggap tidak baik untuk bayi. ASI yang keluar pada hari pertama sampai hari ke tujuh memang jernih dan merupakan cairan yang bewarna kekuningan. Cairan ini mengandung zat putih telur atau protein yang kadarnya tinggi dan zat anti infeksi atau kekebalan. Kolustrum sangat sesuai dengan kondisi bayi di hari-hari pertama sejak kelahirannya karena ia belum pantas menerima beban dalam kadar rendah sehingga mudah dicerna.
4. ASI dan payudara Ibu
Si Ibu kadang khawatir bila menyusui maka payudaranya berbentuk kurang bagus lagi. Ibu dan suaminya perlu tahu bahwa yang mengubah ‘penampilan’ payudara bukanlah menyusui tetapi kehamilan. Ketika hamil, tubuh ibu mengeluarkan hormone yang nantinya akan membentuk air susu. Selama kehamilan, payudara pun menjadi lebih besar dari ukuran biasanya karena sedang disiapkan untuk menyusui. Menyusui atau tidak menyusui akan menyebabkan perubahan pada payudara, antara lain sejalan dengan pertambahan usia.
5. Menyusui itu repot
Si Ibu merasa repot kalau meyusui, tidak praktis karena akan terikat terus dengan bayinya. Makan tidak bisa sembarangan dan takut bisa mencret. Bandingkan, lebih repot mana, menyusui atau tidak? Kalau menyusui, ibu bisa memberikannya kapan saja dan di mana saja. Tidak perlu membersihkan botol dan perangkatnya, tidak perlu menakar, tidak perlu repot menjinjing semua perlengkapan dan tidak memerlukan waktu yang lama untuk menyiapkan. ASI justru sangat praktis. Kapan saja anak membutuhkan, bisa segera diberikan. Kalau ibu merasa kurang nyaman menyusui di tempat umum, buat model baju/jilbab yang memungkinkan ibu bisa menyusui tanpa harus mempertontonkan payudara.
Masih banyak mitos seputar menyusui. Apapun itu, hendaknya semua perempuan sadara bahwa payudara yang dimilikinya adalah karunia Allah agar bisa menyusukan bayi. Dalam hal ini, para suami juga perlu menyadari bahwa bahwa bagian dari mempunyai anak adalah kemampuan ibu menyusui bayi, bukan hanya mengandung atau melahirkan saja.
Menjaga agar gizi ibu selama kehamilan dan menyusui bisa baik, membantu ibu menumbuhkan rasa percaya diri bahwa ia mampu menyusui, mengusahakan agar menyusui bisa dilakukan denagn baik dan benar adalah tugas kita semua. Sejak dini perempuan harus tahu bahwa ia memiliki payudara, yang kelak berfungsi sebagai pemberi ASI. Sama halnya dnegan rahim dan perangkat reproduksi lainnya, payudara harus dijaga dengan baik agar bisa berfungsi dengan baik. Allah sudah menganugerahkan perangkat dan kemampuan menyusui. Terpulang kepada kita sendiri, apakah karunia itu bisa kita hargai dan kita manfaatkan dengan baik atau kita sia-siakan??
(Sumber: Manajemen Laktasi, Perinasia)