Bulan April disebut juga sebagai
bulan Autis, tepatnya tanggal 2 April ditetapkan sebagai Autisme Awareness Day. Istilah autis sudah sering kita dengar
bahkan terkadang sudah dijadikan bahasa lelucon di kalangan masyarakat. Apa dan
bagaimana autis itu sebenarnya?
Autis atau autisme atau autism spectrum disorders (ASD)
merupakan salah satu gangguan perkembangan anak yang mempunyai beberapa
karakteristik utama, yaitu gangguan komunikasi atau interaksi sosial dan
perilaku repetitif (berulang) untuk aktivitas tertentu, yang muncul sejak usia
dini dan mengganggu atau membatasi fungsional anak dalam kehidupannya sehari
hari. Autisme merupakan kelainan perkembangan anak yang masuk dalam kelompok pervasive developmental disorder (PDD).
PDD merupakan kelainan perkembangan pada anak yang sifatnya luas dan kompleks.
Selain autisme, yang termasuk PDD adalah Asperger
syndrome, PDD-NOS (pervasive
developmental disorder not otherwise spesific), rett syndrome, childhood
disintegrative disorder (CDD). Autisme lebih banyak dijumpai pada anak laki
laki dibandingkan dengan perempuan (4 : 1).
Angka kejadian autisme makin
meningkat. Laporan terakhir dari Amerika pada tahun 2010 menunjukkan prevalensi
autisme sebanyak 14,7 dari 1000 (1 setiap 68) anak berumur sampai 8 tahun.
Walaupun jumlah kasus dan penelitian sudah sangat banyak tentang autisme, akan
tetapi sampai sekarang penyebabnya belum diketahui pasti. Sebagian ahli
mengatakan bahwa patogenesis autisme terjadi sejak masa prenatal. Beberapa
studi juga mengaitkan patogenesis autisme dengan interaksi antara faktor
genetik dengan lingkungan. Masih belum ditemukannya penyebab pasti autisme
menyebabkan munculnya berbagai teori penyebab autisme. Berbagai informasi yang
beredar di kalangan masyarakat bahwa beberapa penyebab autisme yaitu berupa
penggunaan vaksin. Vaksin MMR dan kandungan timerosal dalam vaksin, adanya
kandungan logam berat dalam rambut dituduh sebagai penyebab autisme. Padahal
berdasarkan berbagai penelitian, menunjukkan bahwa hubungan pemberian vaksin
MMR dan autisme tidak terbukti demikian juga dengan hubungan timerosal dalam
vaksin tidak terbukti sebagai penyebab autisme. Penelitian mengenai konsentrasi
logam berat dalam rambut sangat lemah dan tidak dapat membuktikan hal tersebut.
Tanda dan gejala awal ASD mulai
tampak sebelum usia 3 tahun dan berjalan terus sepanjang hidup anak, meskipun
dalam perjalanannya dapat membaik seiring waktu. Sebagian anak autisme
menunjukkan perkembangan yang normal sampai sekitar usia 18 sampai 24 bulan dan
kemudian baru menunjukkan keterlambatan. Studi menunjukkan bahwa 80-90% anak
autisme sudah menampakkan abnormalitas perkembangan pada usia 24 bulan.
Adapun tanda dan gejala yang
umumnya terkait dengan autisme adalah: 1).Interaksi sosial yaitu berupa tidak bereaksi
ketika namanya dipanggil di usia 12 bulan, menghindari kontak mata, lebih suka
menyendiri, tidak suka berinteraksi dengan anak lain, hanya berinteraksi untuk
mencapai keinginannya saja, ekspresi wajah yang datar dan tidak wajar, tidak
memahami batas batas ruang pribadi atau personal, menghindari adanya kontak
fisik, serta memiliki kesulitan memahami perasaan orang lain atau mengemukakan
perasaan sendiri. 2). Komunikasi: keterlambatan bicara dan bahasa, mengulang
ulang kata atau kalimat terus menerus (echolalia),
terbalik mengartikan kata milik (misal kata “kamu” untuk mengartikan “aku”), memberikan
jawaban yang tidak terkait pertanyaan, tidak dapat menunjuk sesuatu, hampir
tidak pernah menggunakan bahasa tubuh (misal tidak pernah melambaikan tangan untuk
dadagh), bicara atau bernyanyi dengan wajah yang datar (seperti robot), tidak
dapat bermain peran atau bermain pura pura, tidak mengerti atau tidak respon
bila digoda atau diberi gurauan. 3). Perilaku: suka menyusun mainan atau benda
menjadi satu baris, uka memainkan sebuah mainan yang sama sepanjang waktu, sangat
suka terhadap suatu bagian dari sebuah objek (misal: roda mobil, atau benda
berputar), sangat terorganisasi dan mengikuti kegiatan rutin saja, mudah marah
hanya terhadap perubahan yang kecil saja. Sering mengamuk tak terkendali
(temper tantrum) bila tidak mendapatkan yang diinginkan bahkan bisa agresif
(menyerang), mempunyai ketertarikan yang bersifat obsesif, suka mengepak
ngepakkan tangan (flapping) atau
memutar tubuh.
Suatu panduan mengenai red flags atau tanda bahaya dapat
digunakan untuk mengetahui adanya keterlambatan bicara sehingga dapat
dilanjutkan dengan pemeriksaan lebih rinci. Red
flags tersebut yaitu: tidak ada babbling (suara bayi ba ba atau da da),
menunjuk atau mimik lain pada usia 12 bulan, tidak ada satu kata berarti pada
usia 16 bulan, tidak ada kalimat yang terdiri dari dua kata spontan yang bukan
ekolalia pada umur 24 bulan serta hilangnya kemampuan berbahasa atau kemampuan
sosial pada semua umur.
Dokter (dokter umum, dokter
spesialis anak, sub spesialis tumbuh kembang dan rehabilitasi medik), dan
psikolog harus menggunakan instrumen skrining yang baik untuk autisme.
Instrumen skrining yang paling lazim digunakan adalah The Modified Checklist for Autisme in Toddlers (M-CHAT). Skrining
perkembangan dapat dilakukan oleh sejumlah profesional kesehatan dalam bentuk
kunjungan rutin ke pusat kesehatan, komunitas dan sekolah. Dokter di layanan
primer seperti Puskesmas mempunyai posisi yang sangat strategis untuk
mempromosikan kegiatan skrining perkembangan di level keluarga dan sekolah
secara komprehensif.
Menegakkan diagnosis ASD tidak
mudah karena tidak ada pemeriksaan medis penunjang yang spesifik, seperti
pemeriksaan laboratorium untuk ASD. Diagnosisnya ditegakkan dari hasil observasi
secara komprehensif dari tahapan perkembangan dan perilaku anak yang dilaporkan
oleh orang tua dan/atau observasi dari pemeriksa. Terapi pada autisme dapat
berupa terapi behavioral/perilaku, terapi sensori integrasi dan terapi wicara. Terapi
sensori integrasi (SI) dilakukan pada 80% anak autisme. Pada anak autisme
seperti telah disebutkan sebelumnya sering mengalami perilaku flapping, berputar putar, menarik diri,
bergoyang goyang. Perilaku tersebut dianggap masalah sensoris. Terapi sensori
integrasi adalah proses mengenal, mengubah dan membedakan sensasi dari sitem
sendorik untuk menghasilkan suatu respon. Terapi SI dilakukan dengan alat alat
tertentu, menggunakan aktivitas bermain dan berinteraksi. Terapi ini berupa
memberikan kesempata pada si anak untuk mengalami berbagai pengalaman sensori,
memberikan aktivitas yang menantang, mengajak anak berperan aktif dalam proses
terapi, mengatur peralatan dan ruangan yang nyaman, menghormati emosi anak,
memberikan pandangan positif pada nak, menjalin hubungan dengan ank serta
menciptakn iklim kepercayaan. Aktivitas tersebut meningkatkan partisipasi si
anak, mengintegrasikan informasi sensoris dan meningkatkan respon adaptif
termasuk joint attention, kemampuan
sosial, perencanaan gerak. Dari hasil tiga penelitian didapatkan bahwa terdapat
efek positif terapi SI yaitu berupa perbaikan tidur, berkurangnya perilaku
repetitif dan berkurangnya beban pengasuhan. Terapi wicara disebut juga sebagai
terapi oral-motor. Dilakukan pada anak autisme yang sudah dapat berbicara
tetapi menunjukkan artikulasi yang buruk. Pada anak yang belum bisa bicara,
terapi perilaku lebih bermanfaat daripada terapi wicara. Kemampuan bicara
sangat ditentukan oleh kemampuan kognitif anak.
Untuk pengobatan medis, belum ada
obat yang dapat menyembuhkan autisme. Ada dua obat yang diberikan biasanya
hanya untuk memperbaiki irritabilitas, dan hanya digunakan bila anak
menunjukkan perilaku disruptif yang tidak dapat diatasi dengan terapi. Masih
belum adanya obat bagi autisme juga memunculkan berbagai teori terapi
alternatif. Terapi alternatif, diet dan suplemen dilakukan oleh 25-80% orang
tua. Terapi diet dan suplemen diberikan oleh 25% orangtua. Terapi alternatif
yang berbahaya tidak boleh dilakukan,
terapi tersebut hanya boleh dilakukan bila sudah dibuktikan dengn metoda
penelitian yang benar. Diet gluten free
dan casein free (GFCS) yang sering dilakukan, sebagian besar peneliti
melaporkan bahwa diet GFCS tersebut tidak bermanfaat.
Bantuan psikologis sangat
diperlukan terutama untuk membantu orangtua dalam menghadapi autisme pada anak
mereka. Kehidupan keluarga bisa berubah total begitu anaknya divonis menderita
autisme. Bantuan psikolog juga diperlukan pada saat anak akan beralih dari
terapi ke sekolah, diperlukan evaluasi apakah anak harus masuk sekolah khusus,
sekolah inklusi dengan guru pendamping atau sekolah biasa.
Pada penderita autisme ini,
sangat diharapkan kolaborasi yang optimal dan baik antara tim dan keluarga.
Orang tua harus memberikan dukungan penuh dan semangat kepada anaknya demikian
juga anggota keluarga lain. Lingkungan rumah, tetangga, komunitas, sekolah juga
diharapkan dapat memberikan support minimal dengan tidak menganggap sebagai
sebuah gangguan dan tidak menjadikan autisme sebagai lelucon yang terkadang
istilahnya sering “diplesetkan”. Deteksi dini autisme sangat penting dalam
kaitan program intervensi yang dilakukan di usia dini dan dapat memperbaiki outcome kemampuan dan perilaku anak
dengan autisme. Dengan penatalaksanaan yang berkesinambungan dan berkelanjutan
maka tujuan hidup mandiri dan meningkatnya kualitas hidup akan tercapai.
Jadi bila kita mencurigai si
kecil menunjukkan gejala ke arah autisme, jangan ditunda ya. Segera cari
pertolongan. Dokter mungkin akan melakukan skrining untuk memastikan apakah
betul si kecil menderita autisme. Semakin dini diketahui, semakin cepat terapi
bisa dilakukan dan hasilnya akan jauh lebih baik dibandingkan bila anak sudah
berumur 5 tahun lebih.
(Tulisan ini sudah dimuat di Kolom Opini Harian Serambi Indonesia, 26 April 2016).
Tidak ada komentar:
Write komentar