Infeksi
HIV adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus HIV (Human
Immunodeficiency Virus). AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah
penyakit yang menunjukkan adanya sindrom defisiensi imun sebagai akibat dari
infeksi HIV. Infeksi HIV/AIDS pertama kali dilaporkan di Amerika pada tahun
1981 pada orang dewasa homoseksual dan pada anak ditemukan tahun 1983.
Sedangkan di Indonesia kasus HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1987 yaitu
pada pasien dewasa di Bali.
Data terbaru dari Ditjen PP & PL
Kemenkes RI secara kumulatif dari 1 April 1987 sampai 31 Maret 2016, total
pasien dengan infeksi HIV adalah 191.073 kasus dan penderita AIDS adalah 77.940
kasus. Untuk Provinsi Aceh didapatkan 253 kasus HIV dan 276 kasus AIDS
(prevalensi 6.14 per 100.000 penduduk). Sejak dimulainya epidemi HIV, AIDS
telah merenggut nyawa lebih dari 25 juta orang di dunia. Setiap tahun
diperkirakan 3 juta orang meninggal karena AIDS dan 500.000 di antaranya adalah
anak di bawah umur 15 tahun. Berdasarkan Data Estimasi dan Proyeksi HIV/AIDS di
Indonesia tahun 2011-2016 oleh Kementerian Kesehatan RI (2013) bahwa total
penderita AIDS pada anak yaitu 16.884 kasus atau sekitar 2,77% dari keseluruhan
kasus AIDS. Jumlah penderita infeksi HIV baru pada anak yaitu 5,7% (4361 kasus)
dari total kasus baru dan jumlah kematian anak akibat AIDS yaitu 1839 orang
atau sebesar 6,7% dari total jumlah penderita yang meninggal. Terjadi
peningkatan setiap tahunnya.
Risiko penularan HIV tidak hanya
terbatas pada sub populasi yang berperilaku risiko tinggi tetapi juga dapat
menular pada pasangan atau istrinya bahkan anaknya. Pada akhir tahun 2015
terjadi penularan secara kumulatif pada lebih 38.500 anak yang dilahirkan dari
Ibu yang terinfeksi HIV. Para Ibu ini sebagian besar tertular dari suaminya.
Perkembangan
penyakit AIDS tergantung dari kemampuan virus HIV untuk menghancurkan sistem
imun tubuh penderita dan ketidakmampuan sistem imun untuk menghancurkan HIV. Bila virus
HIV masuk ke dalam tubuh manusia, maka ia akan berusaha menempel pada sel dan
masuk ke dalamnya. Sel yang dipilih virus ini terutama adalah sel limfosit CD4,
yaitu salah satu subtipe sel limfosit dalam tubuh kita yang bertugas mengatur
respon imun tubuh terhadap berbagai serangan infeksi dari luar. Setelah
berhasil menempel, dengan senjatanya virus ini akan menyatukan kapsul luarnya
dengan dinding sel host/inang dan intinya masuk ke dalam badan sel inangnya.
Bila inti sel inang ini membelah dan mempersiapkan diri untuk membuat cloning
sel baru, maka secara langsung virus HIV ikut membelah. Dalam proses pembelahan
inti tersebut kemudian diproduksi cetakan perintah genetik dalam bentuk
lembaran RNA yang dikeluarkan ke sitoplasma kembali. Cetakan ini kemudian
dengan aktif mengumpulkan materi protein dari sitoplasma untuk membuat cloning
sel baru dan virus baru. Apabila lembaran inti virus HIV baru sudah lengkap
terbentuk, maka lembaran ini akan berusaha keluar dari badan sel inang yang
sudah didudukinya sehingga sel inang menjadi rusak. Baik pada orang dewasa
dengan sistim imun yang sudah mapan maupun pada anak, infeksi HIV menyebabkan
sel sasarannya (limfosit CD4) rusak sehingga pada saat jumlahnya sedemikian
rendah maka sistim imun tubuh menjadi tidak dapat berfungsi untuk menghalau
infeksi yang ringan sekalipun. Tidak mengherankan bila pada penderita infeksi
HIV, infeksi jamur Candida yang biasanya terjadi lokal dan ringan malah dapat
menyebabkan sakit berat. Untuk memudahkan, dibuat peringkat berdasarkan gejala
klinisnya yang dikenal dengan stadium I yang ringan dan hampir tanpa gejala;
stadium II yang umumnya muncul dalam bentuk gangguan di kulit; stadium III
dengan aneka infeksi oportunistik dan akhirnya stadium IV yang kita kenal
sebagai AIDS.
Infeksi HIV pada dewasa
memperlihatkan pola umum perjalanan penyakit dengan berbagai variasi
individual. Pola tersebut juga sama terjadi pada anak. Secara khusus infeksi
HIV pada anak dapat terjadi secara parenteral melalui plasenta atau melalui
permukaan mukosa saat persalinan, menyusui, dan pajanan pada mukosa rektum atau
vagina. Perkembangbiakan virus terjadi
dalam waktu yang cepat dalam masa 2-6 minggu setelah terpajan yang kemudian
menimbulkan gejala klinis berupa demam, sakit kepala, lesu, ruam kulit dan
pembesaran kelenjar getah bening. Masa inkubasi (masa dimulai saat masuknya
virus sampai timbul gejala) berkisar antara 17-35 hari dan gejala klinisnya
berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu.
Manifestasi klinis infeksi HIV pada
anak sangat bervariasi, mulai dari tanpa menunjukkan gejala (asimptomatik)
sampai penyakit berat berupa AIDS. Pada anak infeksi HIV terutama terjadi pada
usia dini disebabkan karena transmisi vertikal dari Ibu kepada anaknya baik
selama masa kehamilan, saat kelahiran ataupun melalui proses menyusui. Sebanyak
50% kasus HIV pada anak terdeteksi pada usia kurang dari satu tahun, 82% kurang
dari 3 tahun. Namun ada juga kasus bayi yang terinfeksi secara vertikal namun
belum memperlihatkan gejala sampai usia 10 tahun.
Gejala
yang terjadi adalah akibat infeksi mikroorganisme oportunistik yang ada di
lingkungan anak. Infeksi oportunistik itu adalah suatu infeksi yang pada
kondisi normal tidak menyebabkan kelainan akan tetapi menjadi berat bila kuman
tersebut menyerang pasien dengan infeksi HIV. Manifestasi berupa gagal tumbuh,
berat badan menurun, anemia, demam berulang, pembesaran hati. Anak mudah terkena
penyakit seperti infeksi jamur pada mulut, radang paru karena pneumocystis
carinii, tuberkulosis dan kelainan pada otak juga diare berulang. Kelainan yang
terjadi bisa lebih lama, lebih berat dan berulang.
Dengan semakin banyaknya perempuan
di usia produktif yang menderita infeksi HIV, maka risiko terjadi penularan
dari ibu kepada janinnya semakin tinggi dan ini tentu saja akan meningkatkan
angka kesakitan dan angka kematian. Dibutuhkan tindakan pencegahan dan
pengobatan yang serius bagi yang sudah terdeteksi menderita infeksi HIV/AIDS.
Tata laksana HIV/AIDS pada anak memerlukan pendekatan multi disiplin ilmu
seperti dokter spesialis anak, perawat, psikiater, psikolog, dokter gigi,
pekerja sosial juga lembaga swadaya masyarakat. Sebelum memulai terapi obat
antiretroviral (ARV), hal utama yang harus diperhatikan adalah adanya kerjasama
antara orang tua atau pengasuh karena mereka harus memahami tujuan pengobatan,
mematuhi program pengobatan dan kontrol yang teratur. Pemberian ARV hanya akan
dimulai bila keluarga menyatakan siap dan mau patuh. Bila keluarga tidak patuh
dalam pengawasan pemberian ARV kepada anaknya maka dapat dipastikan akan
terjadi kegagalan pengobatan.
Pada
penanganan bayi baru lahir dari Ibu penderita HIV dimulai dengan menerapkan
kewaspadaan universal, pemberian ARV kepada bayi, pemilihan jenis nutrisi bayi,
imunisasi, pencegahan infeksi oportunistik dan pemantauan status tumbuh kembang
serta penentuan status HIV bayi. Rekomendasi WHO tahun 2016 tentang pemberian
makanan pada bayi baru lahir dari ibu HIV adalah boleh memberikan ASI selama 12
bulan atau bisa melanjutkan sampai 2 tahun selama si Ibu mengkonsumsi ARV.
Hal
utama yang perlu dilakukan terhadap makin merebaknya kasus HIV/AIDS ini adalah
pencegahan. Pencegahan yang dimaksud adalah tidak melakukan hubungan seks
bebas. Berganti ganti pasangan seksual sangat berisiko tertular virus HIV.
Pencegahan lain yaitu dengan tidak terlibat dalam penyalahgunaan narkoba
(penggunaan jarum suntik bersama, pemakaian jarum tatto bersama), serta skrining
transfusi darah dari virus HIV.
Syariat
Islam merupakan benteng dan solusi utama untuk pencegahan kasus HIV/AIDS ini. Islam
menyediakan solusi dalam permasalahan yang ada dalam Al Qur’an dan hadits. Solusi
ini bisa dijalankan siapapun untuk jauh dari HIV/AIDS dan dampak buruk
selanjutnya. Solusi preventif berupa: Islam mengharamkan laki-laki dan perempuan
yang bukan muhrim berkhalwat, Islam mengharamkan perzinaan, pornoaksi
pornografi dan segala yang terkait dengannya, Islam mengharamkan perilaku seks
yang menyimpang termasuk iklan kondom yang memfasilitasinya, Islam melarang
pria-wanita melakukan perbuatan yang membahayakan akhlak dan merusak
masyarakat. Peran orang tua juga sangat besar dalam memberikan pendidikan moral
dan akhlak bagi anggota keluarganya.
artikel ini sudah pernah dimuat di Harian Serambi Indonesia tanggal 3 Desember 2016 http://aceh.tribunnews.com/2016/12/03/hivaids-pada-anak
Tidak ada komentar:
Write komentar