Gempa
berkekuatan 6,4 Skala Richter yang terjadi pada Hari Rabu 7 Desember 2016 telah
memberikan banyak duka kepada masyarakat Aceh khususnya yang berada di Wilayah
Kabupaten Pidie Jaya dan sebagian wilayah Kabupaten Bireuen. Banyak korban
meninggal karena terhimpit bangunan yang roboh, juga korban yang luka berat
serta luka ringan. Bangunan rumah dan ruko banyak yang hancur total ataupun
retak. Kondisi demikian menyebabkan warga harus tinggal di pengungsian. Masih
seringnya terjadi gempa susulan juga menjadi alasan bagi warga masyarakat untuk
tetap tinggal di lokasi pengungsian walaupun rumahnya tidak ikut roboh atau
retak.
Berada di lokasi pengungsian bukanlah
hal yang diidamkan oleh semua orang. Tidak pernah terbersit sedikitpun di
kepala kita bahwa kita menginginkannya. Semua terjadi karena musibah yang mengharuskan
para warga korban untuk menetap sementara di tenda pengungsi. Tidur
berhimpitan, cuaca terasa panas bila siang hari dan kedinginan bila di malam
hari. Ditambah lagi keadaan sanitasi yang kurang baik juga kurang tersedianya
air bersih. Kondisi demikian semakin
terasa berat terutama bagi para lansia, ibu ibu hamil, ibu ibu menyusui beserta
bayinya juga anak anak. Jumlah bayi dan anak yang berada di pengungsian yaitu
sebanyak 4800 jiwa yang tersebar di 65 titik pengungsian di lima kecamatan. Mereka
sangat rentan terserang berbagai penyakit dan kondisi yang sedang lemah seperti
pada lansia juga ibu hamil dan anak anak membutuhkan kenyamanan tempat tinggal.
Selain itu ibu ibu menyusui juga sangat membutuhkan ruang privasi buat menyusui
bayinya sehingga pemberian ASI bisa tetap dilanjutkan. Bagaimana kondisi tenda
pengungsian yang ada selama ini?
ASI
tidak tergantikan
ASI
(Air Susu Ibu) merupakan minuman yang tidak tergantikan bagi bayi. Tidak ada
satupun susu formula yang bisa menyamai isi kandungan ASI. Allah sudah
menciptakan ASI untuk mencukupi kebutuhan bayi selama 2 tahun. Perintah Allah
kepada para Ibu untuk menyusui bayinya selama 2 tahun tersebut termaktub dalam
Al Quran dalam Surat Albaqarah ayat 233. Pada enam bulan pertama perlu
diberikan ASI secara eksklusif yang berarti si bayi hanya diberikan ASI saja
tanpa ada makanan dan minuman lain termasuk susu formula, madu, air tajin juga
air putih.
ASI mampu mencukupi 100% kebutuhan
bayi sampai usia 6 (enam) bulan. Jadi tidak diperlukan adanya penambahan
makanan/minuman lain termasuk tidak diperlukan tambahan susu formula. Pemberian
susu formula pada bayi baru lahir hanya atas beberapa alasan yaitu atas
indikasi medis, ibu tidak ada dan ibu terpisah dari bayi (PP no. 33 tahun 2012
pasal 7).
Melanjutkan pemberian ASI kepada
bayinya pada Ibu yang sedang menyusui harus dilakukan walaupun sedang dalam
kondisi mengungsi atau terkena bencana. Hal ini menjadi sangat penting karena
merupakan langkah yang tepat dalam menyelamatkan jiwa si bayi. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa bayi yang tidak diberikan ASI dan hidup di daerah
yang rawan penyakit dan lingkungan tidak higienis mempunyai risiko antara 6-25
kali lebih tinggi untuk meninggal karena diare, dibanding anak yang disusui.
Menyusui bayi secara eksklusif sangat menguntungkan, karena aman dan produksinya
terjamin, serta tidak terpajan air yang terkontaminasi kuman dan parasit yang
dapat menyebabkan penyakit.
Berkaitan dengan kondisi bencana
saat ini dan bencana yang pernah terjadi sebelumnya banyak sekali pihak yang
memberikan bantuan barang termasuk salah satunya adalah susu formula. Tentu
saja kita sangat menghargai kedermawanan semua pihak dalam memberikan
bantuannya. Akan tetapi alangkah lebih bijaksananya apabila sebelum memberikan
bantuan supaya dapat terlebih dahulu mendata ataupun mencari informasi bantuan
apakah yang sebaiknya diberikan. Berkaitan dengan bantuan minuman/makanan bayi
sebaiknya berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan. Alasannya adalah dengan
memberikan bantuan susu formula kepada bayi di bawah enam bulan yang selama ini
hanya mendapat ASI saja, ini akan menurunkan capaian ASI Eksklusif. Kemudian
dengan memberikan bantuan susu tersebut, bayi yang sebelumnya belum pernah
mendapat susu formula kemungkinan reaksi yang tidak diharapkan seperti alergi
susu sapi, kelainan pada kulit, kembung, muntah dan diare bisa terjadi. Hal ini
juga berkaitan dengan proses mempersiapkan susu formula tersebut dimana
dibutuhkan air bersih, pencucian botol dot yang juga butuh air bersih. Selain
itu, bila suatu saat bantuan tersebut dihentikan, keluarga yang berasal dari
ekonomi lemah harus berpikir keras untuk menyediakan dana tambahan dalam hal
membeli susu formula buat bayinya. Yang harus diingat adalah ada empat hirarki
pemberian makanan dan minuman bayi yaitu: 1). Menyusui langsung, 2). ASI perah,
3). Donor ASI, dan 4). Susu formula. Jadi ASI tetap yang utama.
Situasi
saat bencana seperti gempa misalnya biasanya membingungkan dan semrawut.
Sangatlah penting dilakukan penilaian untuk menentukan langkah awal. Untuk melindungi dan mendukung
menyusui langkah awal yang perlu dilakukan adalah menentukan bayi yang menyusu
atau yang seharusnya menyusu dan selanjutnya mencatat bayi-bayi yang terpisah
dari ibunya sementara waktu atau selamanya karena si Ibu menjadi salah satu
korban yang meninggal. Selanjutnya akan didapatkan 3 kelompok: pertama, bayi
yang hanya memerlukan dukungan untuk menyusu; kedua bayi yang memerlukan
pertolongan lebih intensif, seperti relaktasi (menyusui kembali setelah sempat
berhenti), dan ketiga, bayi yang memerlukan makanan pengganti ASI dan ditata
laksana dan dipantau dengan seksama.
Ruang
Laktasi di Pengungsian
Dalam
Undang Undang N0. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 3 disebutkan bahwa penyediaan fasilitas khusus
menyusui diadakan di tempat kerja dan tempat sarana umum. Selanjutnya Peraturan
Pemerintah no. 33 tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif, pada pasal 30,
31, 32 disebutkan tentang tempat kerja dan sarana umum harus mendukung program
pemberian ASI dengan menyediakan fasilitas khusus untuk menyusui dan memerah
ASI. Tempat sarana umum yang dimaksud adalah fasilitas pelayanan kesehatan, hotel,
tempat rekreasi, terminal, stasiun, bandara udara, pelabuhan, tempat
perbelanjaan, gedung olahraga dan termasuk juga lokasi pengungsian. Dalam
amanah PP tersebut jelas termaktub bahwa di lokasi pengungsianpun tetap harus
tersedia ruang menyusui bagi para Ibu sehingga bisa dengan nyaman menyusui
bayinya. Kondisi ini yang belum ditemukan di beberapa lokasi pengungsian. Belum
ada lokasi pengungsian yang menyediakan ruang menyusui tersebut. Seharusnya ini
menjadi perhatian semua pihak terutama pengambil kebijakan yang berkaitan
dengan bencana sehingga menjadi tenda pengungsi yang ramah Ibu dan bayi.
Dalam Peraturan
Menteri Kesehatan No. 15 tahun 2013 tentang Penyediaan fasilitas khusus menyusui
dan/atau memerah ASI pasal 10, 11 bahwa persyaratan berupa: tersedianya
ruangan khusus dengan ukuran minimal 3×4 m, ada pintu yang dapat dikunci, mudah
dibuka/ditutup; lantai keramik/semen/karpet; memiliki ventilasi dan sirkulasi
udara yang cukup; bebas potensi bahaya di tempat kerja termasuk bebas polusi; lingkungan
cukup tenang jauh dari kebisingan; penerangan dalam ruangan cukup dan tidak
menyilaukan; kelembapan berkisar antara 30-50%, maksimum 60%; dan tersedia
wastafel dengan air mengalir untuk cuci tangan dan mencuci peralatan. Peralatan
Ruang ASI sekurang-kurangnya terdiri dari peralatan menyimpan ASI dan peralatan
pendukung lainnya sesuai standar. Peralatan menyimpan ASI yaitu: lemari
pendingin untuk menyimpan ASI; gel pendingin (ice pack); tas untuk membawa ASI
perahan (cooler bag); dan sterilizer botol ASI. Peralatan pendukung lainnya
meliputi: meja tulis, kursi dengan sandaran untuk ibu memerah ASI, konseling
menyusui kit yang terdiri dari model payudara, boneka, cangkir minum ASI, spuit,
media KIE tentang ASI yang terdiri dari poster, foto, leaflet, lemari penyimpan
alat, dispenser dingin dan panas, alat cuci botol, tempat sampah dan penutup, penyejuk
ruangan (AC/Kipas angin), nursing apron/kain pembatas/ pakai krey untuk memerah
ASI, waslap untuk kompres payudara, tisu/lap tangan dan bantal untuk menopang
saat menyusui.
Yang disebutkan di atas adalah
persyaratan ideal untuk suatu ruangan menyusui. Mungkin untuk lokasi
pengungsian yang serba terbatas akan terasa berat untuk melengkapi persyaratan
tersebut beda halnya dengan di perkantoran atau sarana umum lainnya. Setidaknya
ruang menyusui di lokasi pengungsian bisa tersedia walaupun seminimal mungkin
fasilitas yang bisa disediakan. Semoga dalam pelaksanaan rekonstruksi berbagai
gedung pemerintah atau sarana umum yang roboh karena gempa, nantinya dapat
menyediakan ruang menyusui sehingga wanita pekerja sekalipun tetap bisa
menyusui eksklusif dan melanjutkan menyusui sampai 2 tahun. Semoga..
*dr. Aslinar, SpA, M. Biomed
Ketua Aceh Peduli ASI
Ketua Lembaga Lingkungan Hidup & Penanggulangan
Bencana PW Aisyiyah Aceh & Relawan MDMC Aceh
Tidak ada komentar:
Write komentar