Sejak
beberapa bulan ini Aceh sedang dilanda musim kemarau. Menurut Badan
Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) bahwa sejumlah wilayah di
Provinsi Aceh memasuki puncak musim kemarau dengan suhu rata-rata 35 derajat
Celsius. Terutama di dataran rendah pesisir Timur dan Barat suhu mencapai 35,8
derajat. Wilayah kabupaten/kota dataran rendah bagian Timur di Aceh meliputi Banda
Aceh, Aceh Besar, Pidie, Bireuen, Aceh Jaya, Lhokseumawe dan Aceh Tamiang.
Sedangkan wilayah dataran rendah pada bagian Barat di Aceh seperti Tapak Tuan,
Nagan Raya, Aceh Barat, Aceh Jaya dan Aceh Singkil. BMKG memperkirakan puncak
musim kemarau terjadi selama hampir dua bulan ke depan atau terhitung mulai
Agustus hingga September tahun ini.
Kondisi
kemarau yang berkepanjangan ini sangat perlu mewaspadai ancaman kekeringan dan
kebakaran hutan. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Aceh kembali
mengingatkan Aceh yang sudah mulai memasuki musim kemarau rentan terjadi
kebakaran, baik perkebunan, hutan maupun perumahan, terutama dekat lahan
gambut. Khususnya di Aceh yang banyak dipenuhi dengan hutan. Luas
areal hutan lindung Aceh 1.844.500 hektare (ditetapkan berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 170/Kpts-II/2000 yang diterbitkan 20 Juni
2000). Musim kemarau yang kering bisa menimbulkan titik panas) yang tersebar di
seluruh penjuru wilayah Aceh. Data terbaru menunjukkan luas lahan gambut yang
terbakar terpencar pada 12 titik atau lokasi dengan perkiraan mencapai 65
hektare lebih.
Kebakaran hutan sering
terjadi akibat cara mempersiapkan lahan pertanian atau
membuka lahan baru yang
dilakukan dengan cara pembakaran.
Hutan yang terbakar membuat lapisan asap tebal yang terdiri atas campuran gas
dan partikel halus akibat pembakaran pohon dan partikel tumbuhan lain. Kabut asap menjadi ancaman bagi kesehatan manusia. Kandungan
oksigen di udara seharusnya mencapai 21%, namun bencana asap akan mengurangi
persentase oksigen di udara sehingga gangguan
akan lebih mudah (rentan) terjadi pada
penderita asma dan penyakit obstruksi saluran
pernafasan lainnya, penderita penyakit jantung dan pembuluh darah,
anak-anak,
orang usia lanjut,
wanita hamil,
serta perokok .
Asap
yang timbul tersebut menyebabkan terjadinya
iritasi lokal pada selaput lendir hidung, mulut, iritasi pada mata,
tenggorokan, juga paru, kemudian bisa
memicu alergi (pada pasien asma akan merangsang timbulnya serangan) dan juga
menurunkan fungsi paru pada anak. Anak menjadi kelompok yang paling rentan
terkena dampak asap karena menghirup lebih banyak udara.
Asap
yang mungkin memicu stress oksidasi pada sel dan jaringan sehingga menyebabkan
peradangan dan kerusakan organ, seperti saluran napas. Infeksi yang berat pada saluran nafas bisa
sampai menimbulkan terjadinya peradangan pada paru berupa Pneumonia. Debu asap
yang terhirup masuk akan menyebabkan pergerakan silia (rambut kecil) dalam
hidung melambat dan kaku sampai terhenti. Lendir hidung menjadi tidak dapat
dibersihkan sehingga produksi lendir menumpuk dan saluran nafas menyempit.
Selanjutnya sel pembunuh bakteri rusak, bakteri berkembang biak dan terjadi
infeksi.
Kandungan
yang terdapat dalam asap adalah uap air, zat partikulat, zat terdifusi di
udara, mineral, nitrogen dioksida, hidrokarbon, sulfur dioksida,
karbonmonoksida. Pada pembakaran hutan bisa menghasilkan gas beracun dan debu
yang dihasilkan menghambat sistem pernafasan. Polutan asap sangat kecil
ukurannya mengandung partikel berukuran <10 span="">Karbon monoksida bersifat racun akan terikat oleh sel
darah merah dan mengakibatkan gangguan peredaran oksigen di dalam tubuh.
Kandungan karbonmonoksida (CO) menyebabkan kelahiran bayi dengan berat badan
lahir dan kematian perinatal. Hidrokarbon aromatic polisiklik (benzo-alpyrene)
menyebabkan kanker paru, kanker mulut, kanker nasofaring, dan laring. Zat
nitrogen dioksida menyebabkan timbulnya gejala mengi, asma eksaserbasi, infeksi
saluran nafas dan berkurangnya fungsi paru khususnya pada anak. Sedangkan
sulfur dioksida juga menyebabkan gangguan paru serta gangguan kardiovaskular.10>
Partikel
padat dalam asap ini akan menghamburkan sinar matahari sehingga mengganggu
pandangan. Oleh sebab itu kebakaran hutan juga akan mengganggu transportasi
publik. Komposisi asap bergantung
pada banyak faktor yaitu jenis dan kandungan air bahan bakar,
suhu pembakaran, angin dan faktor cuaca lain, asap baru atau lama. Kayu dan vegetasi hutan memiliki variasi selulosa, lignin, tannin,
polifenol, minyak, lemak, resin, lilin dan karbon lain yang akan mempengaruhi
komposisi asap yang dihasilkan.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 289 tahun 2013 tentang Prosedur Pengendalian Dampak Pencemaran Udara
akibat Kebakaran Hutan terhadap Kesehatan, monitoring kualitas udara
menggunakan Indeks Standar
Pencemaran Udara (ISPU). Dampak
kabut asap terhadap kesehatan tergantung dari ISPU yaitu Nilai
ISPU 0-50 dikatakan baik (tidak
memberikan dampak bagi kesehatan manusia atau hewan),
nilai 51-100 dikatakan sedang (tidak
berpengaruh pada kesehatan manusia
ataupun hewan tetapi berpengaruh pada tumbuhan yang peka),
nilai 101-199 dikatakan tidak sehat (bersifat merugikan pada manusia ataupun kelompok hewan yang peka atau
dapat menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun nilai estetika).
Kemudian nilai 200-299 dikatakan sangat tidak sehat (kualitas udara yang dapat merugikan kesehatan pada
sejumlah segmen populasi yang terpapar), serta nilai 300-500
dikatakan berbahaya (kualitas
udara berbahaya yang secara umum dapat merugikan kesehatan yang serius pada
populasi (misalnya iritasi mata, batuk, dahak dan sakit tenggorokan).
Efek
kabut asap bisa bersifat jangka pendek dan jangka panjang. Efek jangka pendek
selain berupa iritasi pada saluran nafas atas, juga menyebabkan mata perih dan
merah. Efek jangka panjang yang dipengaruhi adalah merusak mekanisme pertahanan
alami saluran pernafasan. Dengan rusaknya mekanisme pertahanan alami ini akan
memudahkan setiap kuman masuk ke saluran pernafasan kita. Dan otomatis
menyebabkan mudahnya orang tersebut terserang penyakit terutama yang berkaitan
dengan penyakit di saluran nafas.
Mengurangi
dampak asap yaitu bisa dengan menghindari
atau mengurangi aktivitas di luar rumah atau gedung, terutama bagi yang menderita
penyakit jantung dan gangguan pernafasan. Apabila
kepungan asap sudah melewati batas indeks standar polutan, para orang tua harus
segera menutup rapat pintu dan jendela
rumah. Kita memberikan pengertian pada anak anak dan anggota keluarga lain
bahwa saat ini bukan waktu yang tepat untuk bermain di luar rumah. Kepada
mereka diberikan aktivitas alternatif
berupa bermain di dalam rumah, atau membaca buku.
Apabila
terpaksa keluar rumah karena keperluan yang mendesak harus menggunakan masker saat beraktifitas di
luar rumah,
disarankan untuk lebih banyak
dan sering minum air putih. Juga
makan makanan dengan gizi seimbang. Bagi penderita penyakit paru dan jantung mintalah nasihat kepada dokter.
Segera berobat jika mengalami kesulitan bernafas atau gangguan kesehatan lain.
Hal yang teramat penting adalah
mengusahakan supaya jangan sampai terjadi lagi kebakaran hutan. Dan hal ini
butuh itikad baik dari semua pihak yang terlibat. Bagi para pembuka lahan
supaya bisa menghindari pembakaran hutan dalam hal pembukaan lokasi baru.
Demikian juga di saat sedang musim kemarau, masyarakat dihimbau untuk sangat
berhati hati dalam melakukan tindakan yang bisa menimbulkan percikan api
seperti misalnya tidak membuang bekas api di sembarang
tempat terutama di tempat kering seperti dedaunan di hutan karena itu yang akan
menyebabkan kebakaran hutan. Contoh nyata adalah bagi perokok supaya tidak membuang
puntung rokoknya sembarangan serta bagi masyarakat yang berkemah supaya bisa
mematikan api setelah selesai melakukan keperluannya. Nah dengan pencegahan
seperti ini dan adanya itikad yang baik dari semua pihak semoga suatu saat Aceh
khususnya dan Indonesia bisa terbebas dari kebakaran hutan yang berdampak
terhadap efek kabut asap yang sangat mengganggu kesehatan dan kehidupan.
*dr. Aslinar, SpA, M. Biomed
Wakil Ketua Forum PRB Aceh
Ketua Lembaga Lingkungan Hidup & Penanggulangan
Bencana PW Aisyiyah Aceh
Tidak ada komentar:
Write komentar