Negara
kita Indonesia memiliki banyak wilayah yang rawan bencana, dengan letak
geografisnya yang strategis telah menjadikan Indonesia pusat peradaban
sekaligus juga mengandung potensi alamiah yang membahayakan dan menghancurkan. Aceh,
termasuk dalam wilayah yang sangat berpotensi terkena bencana alam baik itu
gempa, banjir, tanah longsor dan kebakaran hutan. Bencana menurut Undang Undang
Nomor 24 tahun 2007 mempunyai definisi yaitu peristiwa atau rangkaian peristiwa
yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan
baik oleh faktor alam dan/atau non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda dan dampak psikologis.
Bencana alam adalah bencana yang
diakibatkan oleh serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain
berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, dan tanah
longsor. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan rangkaian non alam
yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi dan wabah
penyakit. Sedangkan bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh
serangkaian peristiwa yag diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial
antar kelompok, atau antar komunitas masyarakat. Bencana yang terjadi ada juga
yang terkait dengan perilaku manusia, umumnya terjadi akibat kerusakan yang
ditimbulkan oleh eksploitasi manusia terhadap alam secara berlebihan.
Selain
dari berbagai faktor alam yang menyebabkan bencana, kondisi masyarakat
Indonesia yang sangat padat dari segi demografis dan sangat miskin dari segi
ekonomis menjadi hal penambah kerentanan terhadap peristiwa bencana alam. Saat
ini Indonesia menempati rangking pertama dari 265 negara di dunia terhadap
risiko tsunami, rangking 1 dari 162 negara untuk tanah longsor dan rangking ke
3 dari 153 negara terhadap risiko gempa bumi serta rangking ke 6 dari 162
negara untuk risiko bencana banjir.
Pertanyaannya
apakah ada yang bisa kita lakukan untuk mengurangi kejadian bencana baik itu
bencana alam, non alam bahkan bencana sosial? Kalau seandainya bencana yang
tidak bisa dihindari seperti bencana alam berupa gempa bagaimana cara kita bisa
mengurangi risiko atau dampak yang akan timbul? Disinilah diperlukan adanya suatu
usaha PRB (Pengurangan Risiko Bencana).
Pengurangan risiko bencana adalah
serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk mengurangi bahkan untuk mencegah
terjadinya risiko bencana. Adanya ancaman (hazard) dan kerentanan bisa
menimbulkan risiko bencana. Ancaman (hazard) adalah suatu kondisi yang secara
alamiah ataupun karena ulah manusia berpotensi menimbulkan kerusakan atau
kerugian dan kehilangan jiwa manusia. Sedangkan kerentanan (vulnerability)
adalah sekumpulan kondisi atau suatu akibat keadaan (faktor fisik, sosial,
ekonomi dan lingkungan) yng berpengaruh buruk terhadap upaya upaya pencegahan
dan penanggulangan bencana.
Ancaman dan kerentanan yang bisa
terjadi kapan saja perlu diiringi dengan kapasitas. Kapasitas merupakan
penguasaan sumber daya, cara atau kekuatan yang dimiliki masyarakat yang memungkinkan
mereka untuk mempertahankan dan mempersiapkan diri mencegah, menanggulangi,
meredam serta dengan cepat memulihkan diri akibat bencana. Sumber daya yang
dimaksud bisa berupa sumber daya manusia (yang memiliki pengetahuan tentang
penanggulangan bencana), sumber daya keuangan (sumber dana siaga untuk
pemenuhan kebutuhan dasar warga korban
bencana) dan sumber daya fisik (tersedianya sarana dan prasarana untuk
penyelamatan jiwa sebelum bencana terjadi).
Badan Dunia sendiri yaitu PBB
(Persatuan Bangsa Bangsa) atau UN (United Nation), mempunyai badan khusus yang
mengatur tentang kebencanaan yang bernama UNISDR (United Nations International
Strategy for Disaster Reduction). Menurut UNISDR (2009), definisi PRB adalah
konsep dan praktik mengurangi risiko risiko bencana melalui upaya sistematis
untuk menganalisis dan mengelola faktor faktor penyebab bencana, termasuk
melalui pengurangan keterpaparan terhadap ancaman bahaya, pengurangan
kerentanan penduduk dan harta benda, pengelolaan lahan dan lingkungan secara
bijak dan peningkatan kesiapsiagaan terhadap peristiwa peristiwa yang
merugikan.
Dalam Fiqih Kebencanaan yang
dikeluarkan oleh PP Muhammadiyah disebutkan bahwa ada dua hal yang
dikategorikan sebagai tindakan preventif dalam konteks bencana. Pertama yaitu
manusia memahami kausalitas (hukum sebab akibat), artinya manusia memiliki
pemahaman yang utuh mengenai mengapa suatu bencana terjadi. Kedua, manusia
memahami perannya sebagai khalifah (wakil Allah di muka bumi) dalam pengaturan
alam semesta sebagaimana ia diperintahkan oleh agama. Dengan menyadari kedua
hal tersebut maka bencana akan dapat terminimalisir.
Beberapa
pilihan untuk pengurangan risiko bencana yaitu berupa pencegahan dengan
menjauhkan risiko dari masyarakat, mitigasi dengan menjauhkan masyarakat dari
risiko dan kesiapsiagaan menjadikan hidup selaras bersama risiko. Yang sangat
penting adalah Pengurangan risiko bencana ini harus bisa memberikan kesadaran
kepada masyarakat tentang kesiapan dalam menghadapi bencana. Adanya kesiapan
fisik dan mental pikiran akan mengurangi kepanikan di tengah masyarakat. Karena
minimnya persiapan akan memperparah efek negatif bencana. Masyarakat harus
diedukasi tentang pentingnya mengurangi risiko bencana, memberikan pendampingan
kepada masyarakat untuk bisa ikut serta membantu masyarakat lainnya yang
terkena musibah termasuk juga ikut memberi bantuan kepada tim medis Rumah Sakit
yang kedatangan pasien membludak saat musibah terjadi. Jadi istilahnya
masyarakat tidak hanya menonton saja tapi ikut berbuat semampu mereka dalam
memberi pertolongan.
Upaya
PRB di bidang kesehatan khususnya telah mulai gencar dilakukan. Kementerian
Kesehatan RI bekerja sama dengan WHO mengembangkan program Emergency
Preparedness and Response (EPR) yang selanjutnya diperbarui menjadi program DRR
(Disaster Risk Reduction) untuk sektor kesehatan. Selain itu, Kementerian
Kesehatan sudah membentuk Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan (PPKK)
berdasarkan Kepmenkes 1144 tahun 2010 dengan berbagai fungsi yaitu saat Pra
Bencana, saat bencana dan pasca bencana. Saat pra bencana dilakukan penyusunan
kebijakan teknis, rencana, dan program di bidang penanggulangan krisis
kesehatan, koordinasi dan pelaksanaan pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan
dalam penanggulangan krisis kesehatan. Kegiatan pra krisis merupakan
serangkaian kegiatan yang dilakukan pada situasi tidak terjadi bencana atau
situasi terdapat potensi terjadinya bencana yang meliputi perencanaan,
pengurangan risiko, pendidikan dan pelatihan, penetapan persyaratan standar
teknis dan analisis, kesiapsiagaan dan mitigasi kesehatan. Tanggap darurat
merupakan kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian akibat
bencana untuk menangani dampak kesehatan yang ditimbulkan yang meliputi
kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, pemenuhan kebutuhan dasar,
perlindungan dan pemulihan korban, prasarana serta fasilitas kesehatan.
Upaya
PRB ini sangat penting dilakukan karena kita sebagai manusia tidak bisa
menghilangkan bencana alam tapi bisa mengurangi risiko yang timbul akibat
bencana tersebut. Dengan mengurangi risiko bencana maka dapat mengurangi
kerusakan dan menyelamatkan lebih banyak nyawa.
Beberapa
waktu yang lalu sudah dilaksanakan pelantikan pengurus Forum Pengurangan Risiko
Bencana Provinsi Aceh. Forum PRB ini berfungsi sebagai mitra dari Badan
Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) dan berkoordinasi dengan para pemangku
kepentingan di Aceh baik itu Pemerintah, dunia usaha, dan organisasi masyarakat
dalam hal pengurangan risiko bencana. Kita sangat berharap supaya Forum ini
memberikan banyak manfaat terutama kepada masyarakat Aceh, bisa melakukan
sinergitas berbagai program kerjanya dengan segala pihak yang terkait dan bisa
mewujudkan Aceh Teuga Tangguh Bencana. Insyaa Allah, Aamiin...
Tidak ada komentar:
Write komentar