Penyakit
Jantung Bawaan (PJB) merupakan kelainan bawaan yang paling sering terjadi pada
bayi dan anak bila dibandingkan dengan kelainan bawaan lainnya yang berupa kelainan bawaan
paru, saluran cerna, anggota gerak dan sebagainya. Masyarakat awam sering menyebutnya dengan istilah
jantung bocor. Penyakit ini dibawa sejak dari lahir dimana ditemukan kelainan
pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang terjadi akibat
gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan
janin di dalam kandungan.
Organ
Jantung mulai terbentuk pada hari ke 15
kehamilan dan selesai pada hari ke 50, jadi pada usia kehamilan 7-8 minggu
jantung telah menjalankan fungsinya. Pada masa itu, apabila terjadi gangguan
maka proses pembentukan, maka struktur jantung menjadi tidak sempurna. Jenis
kelainan PJB yang terjadi berupa kebocoran
pada sekat, bocor pada katup jantung, letak pembuluh darah yang tidak normal, juga
ada bagian yang tidak terbentuk. Sebagian kelainan ini menyebabkan
berkurangnya kadar oksigen darah secara keseluruhan sehingga tampak biru. Namun
banyak pula kebocoran jantung yang tidak menyebabkan kekurangan oksigen yang
beredar dalam sirkulasi sehingga anak tampak seolah-olah normal.
Insiden
PJB di dunia memiliki angka konstans sekitar 8 – 10 dari 1000 kelahiran. Di
Indonesia, di antara 1000 kelahiran diperkirakan terdapat 7 – 8 bayi yang lahir
dengan PJB dimana setiap tahunnya terdapat
40.000 bayi yang lahir dengan penyakit jantung bawaan dan sebanyak 30%
di antaranya merupakan jenis kelainan jantung yang komplek dan berat sehingga
memerlukan penanganan segera karena berkaitan dengan tingginya angka kematian
di usia satu tahun pertama. Penyakit jantung bawaan merupakan penyebab kematian
terbanyak pada tahun pertama kehidupan, dengan prevalensi 3% dari total
kematian pada bayi dan 40% total kematian akibat malformasi kongenital
(kelainan berupa cacat bawaan).
Pada sebagian besar kasus, penyebab
pasti Penyakit Jantung Bawaan belum diketahui. Akan tetapi berdasarkan
hasil penelitian bahwa penyebab
terjadinya PJB ini berkaitan dengan multifaktorial, yaitu melibatkan kerentanan
genetik (bawaan) atau disebut
faktor endogen dan faktor lingkungan atau disebut faktor eksogen.
Faktor eksogen bisa berupa konsumsi berbagai obat
obatan, pajanan terhadap sinar X, alkohol, ibu menderita
diabetes melitus, juga riwayat penyakit infeksi yang diderita si ibu
selama kehamilan. Pada saat wawancara dengan Ayah/Ibu
sangat perlu ditanyakan apakah
Ibu pernah menderita sakit Rubella terutama di awal kehamilannya karena penyakit Rubella
sangat besar kemungkinan bisa menyebabkan lahirnya bayi dengan PJB. Jenis PJB yang disebabkannya yaitu bisa
berupa duktus arteriosus persisten (PDA), defek septum
ventrikel (VSD) atau stenosis pulmonal perifer. Sebagaimana kita ketahui bahwa
infeksi virus Rubella saat kehamilan bisa menyebakan janin keguguran ataupun
lahirnya bayi bayi dengan Sindrom Rubella Kongenital (berupa katarak
kongenital, tuli, gangguan perkembangan serta bocor jantung). Penyakit Rubella
ini hanya bisa dicegah dengan pemberian vaksin MR (Measles Rubella) untuk usia
9 bulan, 18 bulan serta kelas 1 Sekolah Dasar.
Sedangkan
faktor endogen penyebab PJB berupa berbagai jenis penyakit genetik dan sindrom
tertentu yang erat berkaitan dengan PJB, seperti
sindrom Down, sindrom Turner dan sindrom Noonan. Riwayat adanya anggota keluarga yang
menderita PJB menjadi sangat penting ditanyakan kepada orang tua pasien.
Disebabkan karena risiko kejadian PJB pada bayi meningkat bila orang tua atau
saudaranya menderita PJB dan menjadi tiga kali lipat bila dua orang saudara
terdekat menderita PJB. Gabungan faktor
eksogen dan endogen tersebut yang kemudian menjadi penyebab kelainan struktural
jantung terutama bila terjadi di masa pembentukan organ di trimester pertama
kehamilan.
Faktor lingkungan yang juga berpotensi untuk
menjadi faktor risiko PJB adalah rokok. Paparan asap rokok saat kehamilan (baik
ibu sebagai perokok aktif maupun pasif), dilaporkan meningkatkan risiko
kelainan jantung bawaan pada bayi. Yang penting diperhatikan adalah pembentukan
jantung terjadi di masa awal kehamilan, yaitu saat Ibu sering kali baru
menyadari kehamilannya. Untuk itu, penting bagi setiap Ibu untuk menjaga
kesehatan dan asupan nutrisi saat mempersiapkan dan selama periode
kehamilan.
Keluhan
yang bisa kita temukan pada pasien dengan penyakit jantung bawaan yaitu
gangguan fungsional dimana anak tidak sanggup bermain seperti anak normal
lainnya. Keluhan lain yaitu anak sering terlihat jongkok, gejala ini sangat
khas pada anak dengan PJB sianotik (kebiruan). Pada anak dengan kelainan ini
bila melakukan pekerjaan ringan atau
berjalan sebentar saja sudah terasa lelah dan harus beristirahat. Gejala yang
lain yang terlihat yaitu sianosis (kebiruan). Kebiruan mudah terlihat pada
bantalan kuku maupun bibir dan cenderung lebih jelas terlihat saat
beraktivitas. Sedangkan keluhan lain yang tidak spesifik yaitu bisa berupa
sukar makan atau sering muntah, pertumbuhan dan perkembangan yang terlambat,
pernafasannya yang cepat dan juga anak menderita infeksi saluran nafas
berulang. Akan tetapi pada jenis PJB non sianotik (tanpa kebiruan) gejalanya tidak khas, hanya
menimbulkan gejala minimal, seperti susah
atau tampak lelah saat menyusu, atau menyusu sebentar sebentar, berat
badan sulit naik atau infeksi saluran napas berulang sehingga tidak terdeteksi
hingga dewasa.
Penyakit
jantung pada janin di dalam kandungan sebagian besar tidak menimbulkan gejala
yang jelas sehingga PJB seringkali tidak terdiagnosis sampai bayi dilahirkan. Dengan
perkembangan teknologi kedokteran saat ini, adanya kelainan jantung bawaan pada
bayi sudah bisa dideteksi sejak masa kehamilan. Yaitu melalui pemeriksaan
ekokardiografi janin (fethal echo) pada kehamilan 16-20 minggu. Semakin dini
diagnosis dapat diketahui maka harapan untuk proses penyembuhan akan semakin
besar.
Prinsip
tata laksana PJB adalah mengupayakan bentuk jantung atau struktur anatomi mendekati normal.
Apabila bentuk jantung normal maka diharapkan fungsinya dapat optimal.
Pemeriksaan rontgen dada, pemantauan irama jantung dan ekokardiografi (USG
jantung) diperlukan untuk menilai teknik yang dapat digunakan untuk mengatasi
kelainan bentuk yang terjadi. Tindakan operasi diperlukan untuk memperbaiki
kelainan anatomi. Selain operasi ada juga tindakan lain non bedah yang disebut
transkateter karena upaya penutupan kebocoran jantung dilakukan melalui jalur
pembuluh darah. Tujuan tata laksana medikamentosa (obat obatan) adalah untuk
mengatasi gejala klinis yang timbul akibat komplikasi PJB sambil menunggu waktu
yang tepat untuk dilakukannya operasi definitif. Saat ini sudah dikembangkan
ilmu kardiologi intervensi yang merupakan suatu tindakan yang memberi harapan
baru bagi penderita PJB tanpa perlu tindakan operasi/bedah akan tetapi biayanya
masih sangat tinggi.
Deteksi
dini yang bisa dilakukan yaitu berupa uji prenatal terhadap janin dalam
kandungan dimana dengan fasilitas ultrasonografi dapat mendeteksi kelainan
jantung janin. Usaha lain berupa informasi mengenai riwayat keluarga, riwayat
kehamilan, riwayat saat persalinan. Kemudian setiap bayi yang lahir dengan
kelainan apapun perlu dicari apakah kemungkinan disertai juga dengan kelainan
jantung. Pengenalan dini PJB pada bayi baru lahir sangat penting supaya bayi
tersebut dapat ditangani dan ditatalaksana secara memadai dalam waktu yang
tepat sehingga memberikan hasil yang optimal dan meningkatkan angka harapan hidup.
Deteksi
dini PJB merupakan salah satu kunci keberhasilan penanganan PJB. Dibutuhkan
juga peranan orang tua dalam memantau kesehatan anaknya karena orangtualah yang
sangat tahu tentang keadaan kesehatan anaknya sehari hari. Pemberian tambahan
pengetahuan kepada masyarakat berupa penyuluhan yang rutin sangat membantu
untuk bisa menemukan kasus PJB secara cepat di masyarakat. Jadi bila orang tua
khususnya ibu dengan riwayat kehamilan/persalinan yang berisiko, disertai
kondisi bayi yang menunjukkan gejala gejala PJB supaya segera memeriksakan
anaknya ke dokter ataupun Puskesmas/Rumah Sakit sehingga bisa dilakukan penanganan segera terhadap kelaianan yang
diderita oleh buah hatinya. Yuk
menjadi orang tua siaga..
Tidak ada komentar:
Write komentar