Sekarang
ini kita hidup di zaman yang disebut era milennial. Apa sebenarnya pengertian milennial?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), milennial adalah berkaitan dengan
generasi yang lahir di antara tahun 1980-an dan 2000-an. Kehidupan generasi
yang tidak dapat dipisahkan atau dilepaskan dari teknologi informasi, terutama
internet. Nah bagaimana halnya dengan proses pemberian ASI atau menyusui di era
millennial ini?
Saat ini informasi seputar Air Susu
Ibu (ASI) dan menyusui banyak bertebaran di internet termasuk di media sosial.
Berbagai informasi dengan mudah bisa diakses. Tinggal kita pilah pilih saja mana
yang benar dan tentu saja harus sesuai dengan pendapat para ahli di bidang ini.
Di era milennial ini, kesadaran akan pentingnya menyusui dan ASI sebagai
makanan terbaik bagi seorang bayi makin meningkat. Hal tersebut terlihat dari
mulai bermunculan berbagai organisasi ataupun lembaga atau komunitas yang
bergerak di dunia per-ASI-an. Antusiasme juga ditampakkan dari keikutsertaan
para ibu hamil dan menyusui untuk hadir di setiap kegiatan tersebut baik berupa
kelas edukasi menyusui, maupun seminar seputar ASI dan menyusui.
Selain
antusiasme mencari ilmu, saat ini bukan hal yang aneh melihat para ibu muda
membawa tas kecil untuk keperluan memompa ASI saat bekerja. Sudah banyak
tersedia berbagai jenis pompa ASI dengan berbagai ragam model serta harganya.
Ibu bisa tetap memerah ASI walaupun sedang berada di perkantoran ataupun saat
sedang bepergian dan berjauhan dengan bayinya, walaupun menyusui langsung (direct breastfeeding) jauh lebih
disarankan dan karenanya menjadi bagian utama dari hirarki pemberian makanan
dan minuman pada bayi.
Ruang
laktasi juga mulai terlihat di beberapa tempat baik itu di bandara, rumah sakit,
dan sebagian kecil di kegiatan seminar (biasanya yang berhubungan dengan ASI). Dalam
Undang Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 3 disebutkan
bahwa penyediaan fasilitas khusus menyusui diadakan di tempat kerja dan tempat
sarana umum. Selanjutnya
Peraturan Pemerintah no. 33 tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif, pada
pasal 30, 31, 32 disebutkan tentang tempat kerja dan sarana umum harus
mendukung program pemberian ASI dengan menyediakan fasilitas khusus untuk
menyusui dan memerah ASI. Tempat sarana umum yang dimaksud adalah fasilitas
pelayanan kesehatan, hotel, tempat rekreasi, terminal, stasiun, bandara udara,
pelabuhan, tempat perbelanjaan, gedung olahraga dan termasuk juga lokasi
pengungsian. Pengaturan tentang ruang laktasi tersebut juga dicantumkan dalam
peraturan Gubernur Aceh no. 49 tahun 2016 yang disahkan tahun lalu, Agustus
2016.
Jadi
wacana tentang penyediaan ruang laktasi bukanlah hal yang baru. Akan tetapi
pelaksanaannya yang masih belum memadai, khususnya di Aceh. Menurut pengamatan
penulis, ada beberapa kantor yang sudah menyediakan ruang laktasi akan tetapi
letak ruangan yang tidak sesuai standar juga fasilitas yang terdapat di
dalamnya sama sekali tidak memenuhi syarat malah terkesan seperti ‘gudang
kebersihan” yang berarti dijadikan ruang penyimpanan sapu, kain pel dan
sebagainya. Juga terdapat ruang laktasi di instansi publik pelayan masyarakat
akan tetapi ruangannya dalam keadaan selalu terkunci. Dan sebagian besar kantor
malah tidak memilikinya sama sekali. Apalah lagi di berbagai tempat umum
seperti terminal, pusat perbelanjaan, tempat wisata, hotel, gedung kegiatan. Sangat
berharap semoga ke depan Pemerintah Aceh bisa memfokuskan membenahi
permasalahan ini.
Nah,
dengan mulai banyaknya ketertarikan terhadap ASI dan menyusui ini, ternyata
masih banyak masalah di Indonesia. Negara kita menduduki
peringkat ke-5 negara
dengan angka stunting tertinggi
di dunia. Stunting berdampak
buruk terhadap pertumbuhan dan perkembangan jangka pendek & panjang.
Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) bahwa angka stunting pada anak balita yaitu
30,8% dan pada baduta 29,9%, menunjukkan penurunan dibandingkan Riskesdas 2013
dengan angka stunting 37,2%. Di Aceh, angka stunting balita yaitu 37,3% dan
pada baduta 37,9%. Akan tetapi meskipun tren stunting mengalami penurunan, hal
ini masih berada di bawah rekomendasi WHO. Persentase stunting di Indonesia
secara keseluruhan masih tergolong tinggi dan harus mendapat perhatian khusus..
Stunting
merupakan suatu kondisi dimana tinggi badan seseorang ternyata lebih pendek
dibandingkan tinggi badan orang lain pada umumnya (yang seusia). Stunting
adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam
waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan
gizi. Terjadi
mulai dari dalam kandungan dan nantinya akan tampak saat usia anak dua tahun. Stunting
dimulai dari weight faltering
(perlambatan pertumbuhan) yang paling banyak terjadi di usia 3 bulan sampai 24
bulan.
Sangat
diperlukan berbagai upaya untuk meningkatkan intervensi dalam 1000 hari pertama
kehidupan (270 hari dalam kandungan sampai usia 2 tahun (730 hari)) yaitu
dengan mencegah kelahiran BBLR (berat badan lahir rendah) dan pemberian Air
Susu Ibu (ASI) juga Makanan Pendamping ASI (MP ASI) yang tepat. Peran keluarga
sangat penting untuk memberi dukungan kepada seorang ibu untuk sukses menyusui.
Peran yang utama dari orang terdekat, terutama yang sangat diharapkan adalah
dari seorang suami atau ayah si bayi.
Apa
yang bisa dilakukan oleh seorang suami atau ayah milennial? Nah seorang suami
bisa membantu istri sehingga bisa berhasil menyusui. Dari fakta hasil
penelitian didapatkan bahwa terdapat 90% tingkat keberhasilan menyusui bila
didukung oleh suami, sedangkan bila tanpa dukungan suami maka tingkat
keberhasilan menyusui hanya 26% saja. Hal yang dapat dilakukan yaitu bisa
berupa membiarkan si istri istirahat. Proses menyusui lumayan menyita tenaga
dan waktu si ibu. Tidak jarang untuk keperluan pribadinya saja seperti mandi,
makan tidak sempat dilakukan ataupun dalam keadaan terburu buru. Nah bila ada
kesempatan misalnya saat si bayi tertidur, maka biarkan si istri beristirahat
juga. Bantu juga dengan memberi pijatan ringan di badan ataupun melakukan pijat
oksitosin yaitu melakukan pijatan di bagian punggung si ibu dengan jempol
tangan mulai dari bagian bawah leher sampai pinggang. Hanya diperlukan waktu
3-5 menit melakukannya tapi efek yang terjadi sangat dahsyat. ASI ibu menjadi lancar
dan hubungan cinta semakin kuat transferannya melalui pijatan tersebut.
Seorang
suami juga diharapkan bisa ikut bangun saat si istri menyusui terutama pada
malam hari seperti membantu mengambilkan minum atau membantu mengganti popok
bayi. Hal lain yang bisa dilakukan adalah dengan mengurus rumah baik itu
membersihkan rumah, mencuci baju dan piring. Dan yang utama para suami haruslah
menjadi supporter nomor satu. Karena anaknya anak berdua maka mengurusnya juga
menjadi tanggung jawab berdua. Sanggupkah engkau para Ayah??? Harus sanggup
dong!!!
Tidak ada komentar:
Write komentar