Banyak
pengalaman yang didapatkan selama menjadi relawan medis. Pernah mengalami
sendirian kejadian gempa dan tsunami
Aceh pada tahun 2004 dulu, sangat bisa merasakan apa
yang dirasakan oleh para penyintas bencana. Setiap para penyintas bencana
menyimpan kisah tersendiri dalam hati masing masing yang mungkin sangat sulit
untuk diceritakan kepada orang
lain. Pun demikian mereka tetap punya sisi kemanusiaan yang luar biasa dalam membantu orang lain
walaupun dirinya sendiri terkena dampak..
Gempa dan
tsunami yang terjadi di wilayah Sulawesi Tengah tepatnya mengenai kota Palu,
kemudian Kabupaten Sigi serta Donggala terjadi pada tanggal 28 September 2018.
Musibah yang amat dahsyat ini menyebabkan timbul banyak korban yang meninggal,
juga luka parah serta ringan. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
mencatat jumlah korban meninggal akibat gempa dan tsunami Palu,
Sulawesi Tengah dan sekitarnya yaitu 2.113 orang, jumlah korban meninggal
tersebar di beberapa lokasi. Di Palu korban tewas tercatat 1.703 orang,
Donggala 171 orang, Sigi 223 orang, Parigi Moutong 15 orang, dan Pasangkayu 1
orang. Sedangkan korban luka-luka akibat gempa dan tsunami Palu mencapai 4.612
orang. Penduduk yang mengungsi sejumlah 223.751 orang yang tersebar di 122
titik lokasi pengungsian.
Banyak
masyarakat yang tiba tiba kehilangan anggota keluarga, kehilangan orang orang
yang dicintai serta tiba tiba jatuh miskin karena semua harta benda lenyap
karena musibah tersebut. Selain terjadi gempa dan tsunami, di Palu serta di
kabupaten Sigi juga terjadi
fenomena alam yang disebut dengan likuifaksi.
Likuifaksi mungkin menjadi istilah baru yang kita
dengar. Kita semua baru “ngeh” tentang fenomena alam ini. Secara definisi,
likuifaksi (soil liquefaction)
adalah fenomena yang terjadi ketika
tanah yang jenuh atau agak jenuh kehilangan
kekuatan dan kekakuan akibat adanya tegangan, misalnya getaran gempa bumi atau perubahan ketegangan lain secara mendadak,
sehingga tanah yang padat berubah wujud menjadi cairan atau air berat. Permukaan tanah
bergerak dan amblas
sehingga semua bangunan hancur. Proses geologi yang sangat mengerikan. Banyak korban terjebak di
daerah tersebut. Nenek moyang masyarakat
Palu sebenarnya telah merekam kejadian likuifaksi dalam istilah lokal, yang
menandakan bahwa mereka telah mengenalinya sejak lama. Likuifaksi disebut
dengan istilah 'nalodo' yang berarti amblas dihisap lumpur.
Saya
tergabung dalam tim 4 relawan medis PP IDAI yang bertugas selama seminggu di
tanggal 16 sampai 22 Oktober 2018 bersama satu orang spesialis anak yang lain yang berasal dari Jawa Timur.
Kami menjadi saksi bagaimana para penyintas bencana ini memiliki sifat
kedermawanan yang luar biasa. Nilai filantropisnya keren sekali. Mantap luar biasa.
Pada
saat kami bersama tim pada waktu
tersebut berjumlah empat orang (dua orang
berasal dari IDAI Sulawesi Selatan), kami mampir di sebuah
warung makan yang berada di pusat kota Palu. Kami makan sepuasnya karena memang sedang ‘lapar’ setelah selesai
keliling ke lokasi pengungsian. Makanan yang disajikanpun ala rumahan serta
tersedia lauk khas Palu yaitu daun kelor (dimasak santan) dan sambal ikan roa. Setelah kami selesai makan
kemudian menuju kasir. Nah, di saat membayar makanan ini kami dibuat tercengang
oleh si ibu pemilik warung. Beliau katakan bahwa untuk para relawan silakan
makan sepuasnya dan bayar seikhlasnya saja. Kami tanyakan kenapa demikian,
beliau mengatakan bahwa itu adalah bentuk rasa terimakasihnya kepada para
relawan yang sudah mau datang jauh jauh untuk membantu para korban bencana di
Palu. Ya Allah, sungguh kami terharu dan mengucapkan Alhamdulillah serta
terimakasih. Speechless. Dan beberapa kali kami kembali tapi tidak dalam
balutan baju ‘relawan’, ternyata si pemilik warung tetap mengenal yang mana
para relawan dan yang bukan. Kami masih tetap diperlakukan sama, makan
sepuasnya dan boleh bayar sesuka hati saja.
Kisah kedermawanan sosial lain juga kami temukan di
beberapa lokasi pengungsian. Selain memberikan pelayanan di RS Undata (Rumah
Sakit Provinsi Sulawesi Tengah), kami juga turun ke beberapa lokasi
pengungsian. Ada banyak sekali titik lokasi pengungsian. Di salah satu posko
kesehatan pengungsian, setelah selesai tugas pengobatan, kami berbincang dengan
para perawat dan bidan yang ikut membantu kegiatan pengobatan hari itu. Banyak
kisah sedih dan mengharukan tentang gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah ini
yang ternyata juga menimpa mereka. Salah satu di antara perawat tersebut malah
kehilangan suaminya pada saat musibah tersebut. Rumahnya ikut hancur karena
gempa. Luar biasa salut dan apresiasi yang sangat besar kepadanya walaupun
sedang bersedih hati kehilangan orang tercinta namun masih tetap menjalankan
tugasnya sebagai petugas kesehatan. Kami sempat terdiam sesaat waktu mendengar
cerita beliau. Kemudian saya tanyakan kenapa sudah masuk kerja? Beliau
menjawab,” Untuk apa kami bersedih terus di tenda bu dokter, lebih baik kami
bekerja dan ikut membantu. Ini jauh lebih baik bagi kami dalam memulihkan
luka”. Masya Allah, sungguh jawaban yang luar biasa. Pelukan erat saya berikan untuknya.
Hal yang sama juga pernah saya temukan saat membantu
para korban bencana gempa di daerah Tanjung, Lombok. Perawat yang bertugas di
Poliklinik Anak di RS lapangan (RS Darurat yang dibangun Karena RS di daerah
tersebut hancur total karena gempa), setiap hari membawakan makanan kepada
kami. Seperti pisang rebus, gorengan dan lain lain. Padahal yang bersangkutan
tinggal di pengungsian karena rumahnya juga retak parah akibat gempa. Beliau
mengatakan sennag membawakan makanan, senang bisa menyuguhi tamu yang dating
dari jauh untuk membantu mereka. Sungguh luar biasa tegarmu kawan, semoga Allah
memberikan kesabaran dan kekuatan selalu dan engkau bisa terus bangkit.. Lombok
BANGKIT. Palu BANGKIT..
The best casino slot machines - Goyangfc
BalasHapuscasino slots machine, bet 분석 gambling slot machine, 먹튀검증 abc-1111 casino 토토커뮤니티 slot 온라인슬롯 machine, casino, slot machine, slots games, online slots, 룰렛 판