Setiap
tanggal 1 Desember diperingati sebagai hari HIV-AIDS dunia (World
AIDS Day). Tujuan peringatan hari tersebut adalah untuk menumbuhkan
kesadaran tentang wabah AIDS yang sudah melanda seluruh dunia. Pertama sekali
digagas adalah pada tahun 1988 melalui pertemuan Menteri Kesehatan Sedunia.
Awalnya dicetuskan oleh James W. Bunn dan Thomas Netter, dua pejabat informasi
masyarakat untuk Program AIDS Global di Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) di
Geneva, Swiss pada Agustus 1987.Infeksi HIV adalah penyakit infeksi
yang disebabkan oleh virus HIV (Human
Immunodeficiency Virus). AIDS (Acquired
Immune Deficiency Syndrome) adalah penyakit yang menunjukkan adanya sindrom
defisiensi imun sebagai akibat dari infeksi HIV. AIDS merupakan sekelompok kondisi medis yang menunjukkan lemahnya
kekebalan tubuh, sering berwujud infeksi ikutan (infeksi oportunistik) dan kanker,
yang hingga saat ini belum bisa disembuhkan. Perkembangan penyakit AIDS
tergantung dari kemampuan virus HIV untuk menghancurkan sistem imun tubuh
penderita dan ketidakmampuan sistem imun untuk menghancurkan HIV. Bila virus
HIV masuk ke dalam tubuh manusia, maka ia akan berusaha menempel pada sel dan
masuk ke dalamnya. infeksi HIV menyebabkan sel sasarannya menjadi rusak
sehingga pada saat jumlahnya sedemikian rendah maka sistim imun tubuh menjadi
tidak dapat berfungsi untuk menghalau infeksi yang ringan sekalipun.
Berdasarkan
data dari Kementerian Kesehatan, Sejak pertama kali
ditemukan tahun 1987 sampai dengan Juni 2019, HIV AIDS telah dilaporkan oleh
463 (90,07%) kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia.Terdapat
penambahan 2 kabupaten/kota yang melapor dibandingkan triwulan I tahun 2019. Jumlah kasus HIV
yang dilaporkan dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2019 mengalami kenaikan
tiap tahunnya. Jumlah kumulatif kasus HIV yang dilaporkan sampai dengan Juni
2019 sebanyak 349.882 (60,7% dari estimasi odha tahun 2016 sebanyak 640.443).
Terdapat 5 provinsi dengan jumlah kasus HIV tertinggi adalah DKI Jakarta
(62.108), diikuti Jawa Timur (51.990), Jawa Barat (36.853), Papua (34.473), dan
Jawa Tengah (30.257).
Sedangkan Jumlah AIDS yang dilaporkan dari tahun 2005
sampai dengan tahun 2019 relatif stabil setiap tahunnya. Jumlah kumulatif AIDS
dari tahun 1987 sampai dengan Juni 2019 sebanyak 117.064 orang. Persentase
kumulatif AIDS tertinggi pada kelompok umur 20-29 tahun (32,1%), kemudian
diikuti kelompok umur 30-39 tahun (31%), 40-49 tahun (13,6%), 50-59 tahun
(5,1%), dan 15-19 tahun (3,2%). Persentase AIDS pada laki-laki sebanyak 58% dan
perempuan 33%. Sementara itu 9% tidak melaporkan jenis kelamin. Jumlah AIDS
tertinggi menurut pekerjaan/status adalah tenaga non profesional (karyawan) (17.887),
ibu rumah tangga (16.844), wiraswasta/usaha sendiri (15.236),
petani/peternak/nelayan (5.789), dan buruh kasar (5.417). Terdapat 5 provinsi
dengan jumlah AIDS terbanyak adalah Papua (22.554), Jawa Timur (20.412), Jawa
Tengah (10.858), DKI Jakarta (10.242), dan Bali (8.147). Faktor risiko
penularan terbanyak melalui hubungan seksual berisiko heteroseksual (70,2%),
penggunaan alat suntik tidak steril (8,2%), diikuti homoseksual (7%), dan
penularan melalui perinatal (2,9%). Angka kematian (CFR) AIDS mengalami
penurunan dari 1,03% pada tahun 2018 menjadi 0,3% pada Juni 2019.
Bagaimana dengan data penderita
HIV dan AIDS di Aceh? Beerdasarkan data dari Kementerian Kesehatan, sampai Juni
2019, dari Aceh dilaporkan terdapat 642 kasus HIV, dan kasus AIDS sebanyak 526.
Sebanyak 52 orang penderita AIDS sudah meninggal. Dan saat ini terdapat
sejumlah 474 orang yang hidup dengan AIDS. Sedangkan untuk data nasional,
ditemukan sebanyak 16.777 orang penderita AIDS yang sudah meninggal.
Penularan virus ini yaitu melalui cairan tubuh
berupa hubungan seksual, transfusi darah, berbagi alat suntik pada pengguna
narkoba. Salah satu akibatnya adalah jumlah perempuan yang terinfeksi HIV dari
tahun ke tahun semakin meningkat, seiring dengan meningkatnya jumlah laki-laki
yang melakukan hubungan seksual tidak aman, yang selanjutnya akan menularkan
pada pasangan seksualnya. Dan terbukti, dari data yang disajikan di Kemenkes,
ternyata terdapat 16.844 orang IRT yang menderita AIDS.
Penderita HIV bukan hanya
diderita oleh orang dewasa saja yang produktf secara seksual akan tetapi juga
menjangkiti bayi baik bayi yang baru lahir (dari ibu penderita HIV) maupun
anak. Sungguh suatu kondisi yang membuat miris dimana seorang bayi yang tidak
berdosa, saat lahir sudah menderita penyakit ini. Risiko tersebut tentu berasal
dari ibu yang hamil. Dan dari data terlihat banyak sekali ibu rumah tangga yang
menderita HIV yang bisa saja mereka juga tertular dari si suami sebagai pembawa
virus. Walaupun tidak tertutup kemungkinan bisa tertular melalui cara yang
lain.
Untuk mendeteksi sedini mungkin
para ibu hamil yang terinfeksi HIV dan tentu saja bertujuan untuk pencegahan
terhadap lahirnya bayi bayi yang membawa virus HIV, maka saat ini Kementerian
Kesehatan sudah gencar melakukan pemeriksaan skrining HIV pada semua ibu hamil.
Pemeriksaan skrining HIV pada kehamilan dilakukan pada kunjungan pertama dan
minimal satu kali selama hamil. Bila ibu hamil memiliki risiko tinggi tertular
virus HIV, maka dilakukan pemeriksaan rutin. Ibu hamil yang positif terinfeksi
HIV maka akan diberikan pengobatan Anti Retri Viral (ARV). Dan Dari 1.000.550 orang ibu hamil yang
diskrining, ditemukan sebanyak 3011 orang yang positif terinfeksi HIV.
Kasus HIV/AIDS menurut jenis kelamin
dilaporkan dua kali lebih banyak diderita oleh lelaki, Saat ini kita juga disajikan dengan data yang mencengangkan
dimana kasus HIV/AIDS banyak sekali diderita oleh para pengidap LGBT khususnya
LSL (Lelaki Seks Lelaki). Di Banda Aceh saja terdapat 771 orang LSL dan 89
orang di antaranya positif menderita HIV. Perilaku LSL ini merupakan suatu
paradoks di kota Banda Aceh, yang seharusnya tidak terjadi, akan tetapi malah
semakin marak!!
Bagaimana
mencegah hal ini? Butuh kerjasama semua pihak tentunya. Untuk bisa mencegah
makin merebaknya kasus HIV/AIDS ini di tengah tengah masyarakat kita, baik di
Indonesia pada umumnya dan di Aceh pada khususnya. Pencegahan
yang perlu dilakukan adalah tidak melakukan hubungan seks bebas. Berganti ganti
pasangan seksual sangat berisiko tertular virus HIV. Wajib setia dengan
pasangan halalnya. Pencegahan lain yaitu dengan tidak terlibat dalam
penyalahgunaan narkoba (penggunaan jarum suntik bersama, pemakaian jarum tatto
bersama), serta skrining transfusi darah dari virus HIV.
Syariat
Islam merupakan solusi dan benteng utama untuk pencegahan kasus HIV/AIDS ini. Islam
menyediakan solusi dalam permasalahan yang ada dalam Al Qur’an dan hadits. Solusi
ini bisa dijalankan siapapun untuk jauh dari HIV/AIDS dan dampak buruk
selanjutnya. Solusi preventif berupa: Islam mengharamkan laki-laki dan perempuan
yang bukan muhrim berkhalwat, Islam mengharamkan perzinaan, pornoaksi
pornografi dan segala yang terkait dengannya, Islam mengharamkan perilaku seks
yang menyimpang termasuk iklan kondom yang memfasilitasinya, Islam melarang
pria-wanita melakukan perbuatan yang membahayakan akhlak dan merusak
masyarakat. Dari banyak kasus dan sudah ada penelitian lebih lanjut bahwa
ternyata perilaku seks menyimpang banyak disebabkan oleh pola asuh dari orang
tua yang salah, hubungan keluarga yang tidak harmonis dimana kurangnya mendapat
kasih sayang, kemudian dipengaruhi oleh kontrol sosial yang lemah dan tentu
saja pemahaman terhadap agama yang sangat kurang. Oleh karena itu, peran orang
tua sangat besar dalam memberikan pendidikan moral dan akhlak bagi anggota
keluarganya. Peran kontrol sosial dari masyarakatpun sangat diharapkan. Jadi
mari kita menjadi orang tua sekaligus masyarakat yang punya nilai kepedulian
sosial tinggi yang peduli terhadap berbagai fenomena yang sedang marak terjadi.
Tidak ada komentar:
Write komentar