Ayo Periksa TBC Sekarang
Setiap tanggal 24 Maret diperingati sebagai Hari Tuberkulosis Sedunia. Pada tahun ini mengusung tema “periksa TBC sekarang, untuk masa depan yang lebih baik”. Negara kita, Indonesia masih menjadi negara dengan kasus tuberkulosis sangat tinggi di dunia, nomor tiga terbanyak setelah negara India dan China. Estimasi jumlah kasus adalah 824 ribu, angka kasus TBC anak sebanyak 33.366, dan 8003 kasus TB HIV serta angka kematian mencapai 13.110 kasus. Di dunia, mengacu pada WHO Global TB Report tahun 2020, 10 juta orang di dunia menderita TB dan menyebabkan 1,2 juta orang meninggal setiap tahunnya.
Data dari Kementerian Kesehatan RI menunjukkan bahwa terjadi penurunan pengobatan TBC dengan cakupan 67% di tahun 2019 dan 42% di tahun 2020. Diperkirakan kondisi pandemi Covid-19 yang menjadi salah satu penyebab menurunnya cakupan pengobatan TBC dimana berkaitan dengan susahnya akses masyarakat ke layanan kesehatan, ketakutan masyarakat untuk datang ke RS karena melonjaknya kasus Covid-19.
Dunia menargetkan untuk bebas TBC pada tahun 2050, sedangkan Indonesia berkomitmen untuk eliminasi TBC di tahun 2030 yaitu penurunan angka kejadian (incidence rate) TBC menjadi 65 per 100.000 penduduk dan penurunan angka kematian akibat TBC menjadi 6 per 100.000 penduduk. Butuh usaha berbagai pihak atau lintas sektor untuk mewujudkan hal tersebut, bukan hanya menjadi tanggung jawab sektor kesehatan saja.
Penyakit TBC bukanlah penyakit keturunan apalagi penyakit kutukan, akan tetapi merupakan penyakit menular. Penyebabnya adalah kuman Mycobacterium tuberkulosis yang ditemukan oleh Robert Koch. Robert Koch berhasil mengidentifikasi kuman tersebut pada abad ke-19 yaitu pada tanggal 24 Maret 1882 yang kemudian diperingati sebagai Hari Tuberkulosis Sedunia. Ukuran kuman mycobacterium tuberculosis sangat kecil sehingga sangat mudah terhirup dan masuk ke dalam paru. Pada sebagian kasus, apabila kita menghirup kuman tersebut maka kuman akan dihancurkan seluruhnya oleh sistem imunitas tubuh kita. Akan tetapi pada sebagian kasus lain, tidak seluruhnya dihancurkan. Kuman yang tidak dihancurkan tersebut akan terus berkembang biak dan merusak sel yang diserangnya. Kuman tersebut akan dibawa melalui kelenjar limfe sehingga menyebabkan pembengkakan (teraba pembesaran kelenjar di leher, sela paha seperti benjolan kecil). Ada yang disebut infeksi laten TBC dimana kuman TBC ada di dalam tubuh kita, tetapi dikelilingi oleh sel sel pertahanan tubuh sehingga tidak menimbulkan penyakit. Sedangkan bila sistem pertahanan tubuh tidak mampu melawan kuman TBC, maka menimbulkan gejala dan disebut sebagai sakit TBC. Masa inkubasi (saat mulai masuk kuman sampai timbul gejala klinis) yaitu berkisar 4-8 minggu.
Gejala TBC pada pasien dewasa diantaranya: (1) batuk berdahak lebih dari 2 minggu, (2) mengalami sesak nafas, (3) berat badan menurun, dan (4) keringat di malam hari tanpa aktifitas. Pada anak, gejala klinis TBC yaitu adanya keluhan demam berulang lebih dari 2 minggu tanpa sebab yang jelas. Gejala lain berupa nafsu makan berkurang, batuk lama lebih dari 3 minggu, berat badan anak tidak bertambah malah cenderung turun walaupun dengan asupan gizi yang cukup dan anak tampak lesu, serta kurang aktif bermain. Faktor yang terpenting kita mencurigai seorang anak menderita TBC adalah adanya kontak erat dengan penderita TBC dewasa. Selain itu faktor risiko yang mempermudah terjadinya penyakit TBC pada anak yaitu usia balita dan remaja lebih tinggi berisiko sakit TBC, kondisi kekebalan tubuh yang menurun yaitu misal pada kondisi HIV, gizi buruk, dan sedang dalam terapi steroid jangka panjang.
Menegakkan diagnosis TBC yaitu berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan foto thorak, pemeriksaan sputum (dahak) , darah dan bila pada anak dilakukan terlebih dahulu uji Mantoux atau tes IGRA (Interferon Gamma Release Assays).
Obat untuk penderita TBC diberikan secara gratis baik di puskesmas maupun di rumah sakit, akan tetapi harus diminum secara teratur sesuai aturan dari dokter. Hal tersebut dimaksudkan untuk mencegah dari kebal terhadap obat TBC. Bila pengobatan TBC tidak dilakukan dengan tepat maka kuman mycobacterium tuberkulosis akan menjadi kebal terhadap pengobatan, dikenal dengan istilah Tuberculosis Multi-drug Resistant (TB MDR) atau Tuberculosis Extensively-drug Resistant (TB XDR). Hal ini harus dicegah karena apabila kuman TBC telah kebal terhadap pengobatan TBC yang ada, maka harus diberikan obat anti TB jenis lain yang harganya lebih mahal dan pengobatannya memakan waktu yang lebih lama. Malah makin menyusahkan ternyata bila sudah terjadi TB MDR.
Bagaimana pencegahan penularan TBC? Mencegah penularan dapat dilakukan dengan mengedukasi penderita supaya bisa menutup mulut saat batuk dan bersin, tidak meludah atau membuang dahak di sembarangan tempat, menghindari kontak langsung dengan anak-anak, dan membiarkan sinar matahari masuk ke dalam ruangan serta tetap mengkonsumsi makanan yang bergizi dan tentu saja menghentikan merokok (bila selama ini si penderita merokok) serta menghindari paparan asap rokok dari orang di sekitarmya.
Penyakit TBC bisa dicegah juga dengan imunisasi BCG yang diberikan saat usia 1 bulan. Efek proteksi vaksin BCG ini mulai timbul dalam 8-12 minggu setelah imunisasi. Imunisasi BCG efektif terutama untuk mencegah TBC paru, TBC Milier, TBC selaput otak (meningitis TB), TBC Tulang Belakang (Spondylitis TB). Walaupun imunisasi ini tidak mencegah 100% kejadian TBC, akan tetapi sangat efektif terutama untuk mencegah TBC yang berat.
Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) no.67 tahun 2021 tentang penanggulangan TBC, disebutkan bahwa stategi nasional eliminasi TBC yaitu berupa: (1). penguatan komiten dan kepemimpinan pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, (2). peningkatan akses layanan TBC yang bermutu dan berpihak kepada pasien, (3). intensifikasi upaya kesehatan dalam rangka penanggulangan TBC, (4). peningkatan penelitian, pengembangan dan inovasi di bidang penanggulangan TBC, (5). peningkatan peran serta komunitas dan pemangku kepentingan dan multisektor lainnya dalam penanggulangan TBC, serta (6). Penguatan manajemen program.
Mari kita dukung program pemerintah dalam mencegah dan menanggulangi penyakit TBC ini supaya kasusnya tidak bertambah dan kasus yang sudah ada semakin menurun dan juga bisa menurunkan angka kematian akibat penyakit tersebut. Bila mempunyai gejala seperti penderita TBC, sebaiknya segera memeriksakan diri termasuk bila tinggal serumah dengan anggota keluarga atau kontak erat dengan penderita TBC aktif, makan lakukan pemeriksaan.
Dengan pemeriksaan segera, bila
diketahui memang menderita TBC maka akan diberikan pengobatan selama enam bulan
lamanya. Semakin cepat ditemukan kasusnya dan semakin cepat mendapat pengobatan
maka komplikasi dari penyakit tersebut bisa dihindari. Dengan demikian bisa
menekan penularan yang lebih luas kepada orang di sekitarnya. Maka mari periksa
TBC sekarang, untuk masa depan yang lebih baik tentunya. Sudah dimuat di Harian Serambi Indonesia, 24 Maret 2022. Baca sini.